Kecemasan melanda warga sekitar tanggul penahan lumpur.
Kondisi tanggul yang sudah kritis dikhawatirkan akan jebol dan meluber ke permukiman.
Masyarakat mendesak pemerintah segera turun tangan untuk melunasi sisa ganti rugi agar penanggulan tidak terhambat.
Menurut warga, kondisi kritis tanggul
itu tidak hanya disebabkan semburan lumpur. Tapi, akar masa lahnya
adalah tidak kunjung lunasnya ganti rugi.
Pembayaran sisa ganti rugi sekitar Rp
900 miliar macet sejak Juni. Akibatnya, korban lumpur melarang Badan Pe
nanggu langan Lumpur Sidoarjo (BPLS) melaksankaan tugas di tanggul sejak
Agustus. BPLS pun tak lagi bisa mengalirkan luapan lumpur ke Kali
Porong.
Saat ini jarak tinggi luapan lumpur
dengan bibir tanggul hanya berkisar 1 meter. Jika ada hujan, tanggul
terancam jebol dan lumpur meluber. Kawasan Kelurahan Mindi, Porong,
merupakan salah satu kampung yang terancam jika tanggul sampai jebol.
”Kami jelas khawatir, tapi ini bisa dicegah kalau pemerintah bijak,” ujar salah seorang warga Mindi, Gus Rofi.
Pemerintah dan BPLS harus segera mendesak pelunasan ganti rugi korban di dalam peta terdampak.
Warga Mindi menyadari jumlah mereka memang banyak. Kendati begitu, mereka tidak mau egois.
Sekitar 15 kepala keluarga menolak pembayaran ganti rugi sebagai bentuk solidaritas terhadap korban lumpur dalam peta terdampak.
Bagi mereka, pemerintah seharusnya lebih
mendahulukan dan mengu tamakan korban dalam peta terdampak. ”Sebab,
mereka sudah lama menderita.
Pemerintah tidak seharusnya membiarkan mereka menderita. Untuk itu, ganti ruginya harus dilunasi,” tandas Gus Rofi.
0 comments:
Posting Komentar