Program (progam nasional (Prona) pelayanan sertifikat tanah gratis
yang diluncurkan BPN (Badan Pertanahan Nasional), meresahkan kelompok
masyarakat (pokmas) dan kepala desa (kades) yang menjadi panitia Prona
desa se-Kabupaten Sidoarjo.
Pasalnya, panitia Prona dan kades yang mendapat program sertifikat gratis jadi ajang pemerasan dan ditakut-takuti oleh oknum wartawan dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
Progam sertifikat Prona BPN Sidoarjo setiap desa mendapat jatah 400 bidang tanah (400 sertifikat) dari pusat tanpa biaya/gratis. Intinya, biaya sertifikat massal tersebut sudah ditanggung oleh dana dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Namun, BPN Sidoarjo tidak memberi biaya sepeserpun.
Menurut panitia Prona desa dan kades, untuk melayani sertifikat Prona kepada masyarakatnya memerlukan biaya besar. Sertifikat Prona membutuhkan waktu sekitar 5 hingga 6 bulan.
Dari waktu yang lama itu, panitia dan kades akhirnya mengundang warganya untuk rapat terkait biaya pelaksanaan Prona. Baik panitia, kades dan warga juga sudah mendapat keterangan dari BPN bahwa program Prona ini gratis.
Namun kenyataan dilapangan, pokmas yang menjadi panitia Prona butuh biaya besar. Akhirnya, panitia dengan persetujuan kades menarik uang sumbangan ke warga antara Rp350 ribu hingga Rp 400 ribu perbidang sertifikat. Biaya itu untuk biaya konsumsi rapat, administrasi, konsultasi tanda tangan persetujuan ahli waris dan honor panitia.
Hingga nantinya acara resepsi penyerahan sertifikat yang juga membutuhkan biaya besar diserahkan oleh BPN dikantor desa. Proses penyerahan sertifikat 400 bidang tanah tersebut menempuh waktu 5 hingga 6 bulan lamanya. Dari sinilah, oknum wartawan (rata-rata media mingguan) dan bekerjasama dengan Oknum LSM, menakut-nakuti dan melakukan somasi mengirim surat kepada pokmas, kepala desa dan camat.
Surat tersebut berkedok konfirmasi dan klarifikasi, dengan diberi batas waktu. Uniknya, surat dikirim tidak professional. Tidak melalui surat pos, isi surat diantaranya mengancam akan melaporkan ke Kejaksaan Sidoarjo. Melampirkan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan Sembilan peraturan agraria.
Mereka juga melampirkan surat keputusan (SK) Kepala Kantor Wilayah BPN Jawa Timur Nomor : SK.46/KEP=35.200/II/2012 tanggal 03 Pebruari 2012. Isinya SK tersebut menyatakan bahwa pemohon hanya dibebani biaya patok dan biaya materai sesuai kebutuhan.
Ancaman isi surat juga menyertakan Undang-Undang RI No 14 tentang keterbukaan informasi public (KIP). Undang-undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara Republik Indonesia yang bersih dan bebas KKN (Korupi, Kolusi dan Nepotisme).
Apabila dalam waktu batas yang ditentukan oknum LSM tersebut, ancamannya akan melaporkan ke kejaksaan. Selain ancaman laporan kekejaksaan, mereka juga mengajak hearing dengan DPRD Sidoarjo dan pihak penegak hukum wilayah Kabupaten Sidoarjo.
Yang menarik lagi, surat somasi juga diberi tembusan ditujukan kepada Bupati Sidoarjo, DPRD Kabupaten Sidoarjo, Kepala BPN Sidoarjo dan Kejaksaan Negeri Sidoarjo. Entah, apakah benar surat tembusan tersebut dikirim atau tidak.
Untuk mengkroscek hal itu, Kasi Intelejen (Kasi Intel) Kejaksaan Negeri Sidoarjo, Syaifullah, SH, M. Hum dikonfirmasi melalui selulernya dia sedang sakit.
“Bapak sakit pak,”ujar penerima handphone yang mengaku staf Syaifullah.
Kepala BPN Sidoarjo, Yusuf Purnama dikonfirmasi melalui selulernya dia mengaku akan pergi ke Jakarta. Dia mempersilahkan menghubungi stafnya bernama Seno.
Pasalnya, panitia Prona dan kades yang mendapat program sertifikat gratis jadi ajang pemerasan dan ditakut-takuti oleh oknum wartawan dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
Progam sertifikat Prona BPN Sidoarjo setiap desa mendapat jatah 400 bidang tanah (400 sertifikat) dari pusat tanpa biaya/gratis. Intinya, biaya sertifikat massal tersebut sudah ditanggung oleh dana dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Namun, BPN Sidoarjo tidak memberi biaya sepeserpun.
Menurut panitia Prona desa dan kades, untuk melayani sertifikat Prona kepada masyarakatnya memerlukan biaya besar. Sertifikat Prona membutuhkan waktu sekitar 5 hingga 6 bulan.
Dari waktu yang lama itu, panitia dan kades akhirnya mengundang warganya untuk rapat terkait biaya pelaksanaan Prona. Baik panitia, kades dan warga juga sudah mendapat keterangan dari BPN bahwa program Prona ini gratis.
Namun kenyataan dilapangan, pokmas yang menjadi panitia Prona butuh biaya besar. Akhirnya, panitia dengan persetujuan kades menarik uang sumbangan ke warga antara Rp350 ribu hingga Rp 400 ribu perbidang sertifikat. Biaya itu untuk biaya konsumsi rapat, administrasi, konsultasi tanda tangan persetujuan ahli waris dan honor panitia.
Hingga nantinya acara resepsi penyerahan sertifikat yang juga membutuhkan biaya besar diserahkan oleh BPN dikantor desa. Proses penyerahan sertifikat 400 bidang tanah tersebut menempuh waktu 5 hingga 6 bulan lamanya. Dari sinilah, oknum wartawan (rata-rata media mingguan) dan bekerjasama dengan Oknum LSM, menakut-nakuti dan melakukan somasi mengirim surat kepada pokmas, kepala desa dan camat.
Surat tersebut berkedok konfirmasi dan klarifikasi, dengan diberi batas waktu. Uniknya, surat dikirim tidak professional. Tidak melalui surat pos, isi surat diantaranya mengancam akan melaporkan ke Kejaksaan Sidoarjo. Melampirkan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan Sembilan peraturan agraria.
Mereka juga melampirkan surat keputusan (SK) Kepala Kantor Wilayah BPN Jawa Timur Nomor : SK.46/KEP=35.200/II/2012 tanggal 03 Pebruari 2012. Isinya SK tersebut menyatakan bahwa pemohon hanya dibebani biaya patok dan biaya materai sesuai kebutuhan.
Ancaman isi surat juga menyertakan Undang-Undang RI No 14 tentang keterbukaan informasi public (KIP). Undang-undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara Republik Indonesia yang bersih dan bebas KKN (Korupi, Kolusi dan Nepotisme).
Apabila dalam waktu batas yang ditentukan oknum LSM tersebut, ancamannya akan melaporkan ke kejaksaan. Selain ancaman laporan kekejaksaan, mereka juga mengajak hearing dengan DPRD Sidoarjo dan pihak penegak hukum wilayah Kabupaten Sidoarjo.
Yang menarik lagi, surat somasi juga diberi tembusan ditujukan kepada Bupati Sidoarjo, DPRD Kabupaten Sidoarjo, Kepala BPN Sidoarjo dan Kejaksaan Negeri Sidoarjo. Entah, apakah benar surat tembusan tersebut dikirim atau tidak.
Untuk mengkroscek hal itu, Kasi Intelejen (Kasi Intel) Kejaksaan Negeri Sidoarjo, Syaifullah, SH, M. Hum dikonfirmasi melalui selulernya dia sedang sakit.
“Bapak sakit pak,”ujar penerima handphone yang mengaku staf Syaifullah.
Kepala BPN Sidoarjo, Yusuf Purnama dikonfirmasi melalui selulernya dia mengaku akan pergi ke Jakarta. Dia mempersilahkan menghubungi stafnya bernama Seno.
0 comments:
Posting Komentar