Kondisi gizi
balita di Sidoarjo mendapat
perhatian lebih dari pemkab.
Meski masih belum
masuk pada tahap balita
penderita gizi buruk, namun
kategori ‘garis merah’
yang saat ini disandang
oleh 2.150 balita di Kota
Udang ini dikhawatirkan
akan beralih dengan cepat
jatuh pada kondisi yang
sangat memprihatinkan,
yakni gizi buruk.
Untuk itu, Kepala Dinas
Kesehatan (Dinkes) Sidoarjo,
Ika Harnasti, melakukan
pemantauan terhadap
balita-balita yang
kekurangan gizi. Selain
melaksanakan program
Pemberian Makanan Tambahan
(PMT) melalui APBD,
pihaknya juga telah
berkoordinasi dengan posyandu
untuk melakukan
monitoring perkembangan
balita-blita di pedesaan
secara intens.
“Posyandu jadi ujung
tombak pemantauan balita
kurang gizi. Setiap laporan
perkembangan balita dari
setiap daerah, sangat diperlukan
untuk memantau
perkembangan mereka,”
tandasnya, kemarin.
Seperti diketahui, jumlah
balita di Sidoarjo yang masuk
dalam ‘garis merah’
sekitar 2.150 jiwa. Jumlah
itu hanya 3,1 persen dari
jumlah seluruh balita yang
ada di seluruh Sidoarjo yang
mencapai 140.000 balita.
Meski demikian, jumlah
tersebut diperkirakan akan
meningkat jika Dinkes tidak
aktif melakukan pemantauan
dan melaksanakan
program bantuan makanan
tambahan untuk
balita kurang gizi yang ada
pada masyarakat miskin.
Sebab diketahui, tidak
hanya faktor ekonomi saja
yang menyebabkan balita
kekurangan gizi. Namun,
faktor pengetahuan orangtua
akan gizi anak yang sangat
kurang juga ikut mempengaruhi.
Di antaranya
tentang pemberian makanan
pada bayi yang seharusnya
diberikan ASI (air
susu ibu) terlebih dahulu
sebelum disuplai dengan
makanan tambahan lain.
“Mengasuh balita yang
salah akan berakibat fatal.
Di antaranya menderita
gizi buruk,” terangnya.
Saat ini, lanjut Ika, ukuran
yang digunakan dalam
menentukan status gizi
seseorang adalah berat
badan. Bisa juga dengan
tinggi badan namun didasarkan
pada umur. Sebab,
bisa jadi antara usia
dan pertumbuhan badan
tidak seimbang.
balita di Sidoarjo mendapat
perhatian lebih dari pemkab.
Meski masih belum
masuk pada tahap balita
penderita gizi buruk, namun
kategori ‘garis merah’
yang saat ini disandang
oleh 2.150 balita di Kota
Udang ini dikhawatirkan
akan beralih dengan cepat
jatuh pada kondisi yang
sangat memprihatinkan,
yakni gizi buruk.
Untuk itu, Kepala Dinas
Kesehatan (Dinkes) Sidoarjo,
Ika Harnasti, melakukan
pemantauan terhadap
balita-balita yang
kekurangan gizi. Selain
melaksanakan program
Pemberian Makanan Tambahan
(PMT) melalui APBD,
pihaknya juga telah
berkoordinasi dengan posyandu
untuk melakukan
monitoring perkembangan
balita-blita di pedesaan
secara intens.
“Posyandu jadi ujung
tombak pemantauan balita
kurang gizi. Setiap laporan
perkembangan balita dari
setiap daerah, sangat diperlukan
untuk memantau
perkembangan mereka,”
tandasnya, kemarin.
Seperti diketahui, jumlah
balita di Sidoarjo yang masuk
dalam ‘garis merah’
sekitar 2.150 jiwa. Jumlah
itu hanya 3,1 persen dari
jumlah seluruh balita yang
ada di seluruh Sidoarjo yang
mencapai 140.000 balita.
Meski demikian, jumlah
tersebut diperkirakan akan
meningkat jika Dinkes tidak
aktif melakukan pemantauan
dan melaksanakan
program bantuan makanan
tambahan untuk
balita kurang gizi yang ada
pada masyarakat miskin.
Sebab diketahui, tidak
hanya faktor ekonomi saja
yang menyebabkan balita
kekurangan gizi. Namun,
faktor pengetahuan orangtua
akan gizi anak yang sangat
kurang juga ikut mempengaruhi.
Di antaranya
tentang pemberian makanan
pada bayi yang seharusnya
diberikan ASI (air
susu ibu) terlebih dahulu
sebelum disuplai dengan
makanan tambahan lain.
“Mengasuh balita yang
salah akan berakibat fatal.
Di antaranya menderita
gizi buruk,” terangnya.
Saat ini, lanjut Ika, ukuran
yang digunakan dalam
menentukan status gizi
seseorang adalah berat
badan. Bisa juga dengan
tinggi badan namun didasarkan
pada umur. Sebab,
bisa jadi antara usia
dan pertumbuhan badan
tidak seimbang.
0 comments:
Posting Komentar