Gedung DPRD Sidoarjo
sekitar pukul 10.00, kemarin
(25/10), banyak dikunjungi
para mantan wakil rakyat periode
1999-2004. Para mantan
legislator itu datang ke ruang
rapat komisi di lantai II gedung
DPRD Sidoarjo di Jl
Sultan Agung.
Kedatangan para mantan
wakil rakyat itu sempat mengundang
pertanyaan. Terlebih
saat mereka masuk ke
ruang rapat komisi, ruangan
langsung ditutup dan media
dilarang meliput. Usut punya usut, ternyata mereka datang
karena diundang oleh Ketua
DPRD Sidoarjo, Dawud Budi
Sutrisno.
Pertemuan tertutup antara
para mantan anggota DPRD
periode 1999-2004 dengan ketua
dewan yang didampingi
Sekretaris DPRD Sidoarjo
(Sekwan), Endang Susijanti,
itu tak lepas dari materi rapat
yang sedikit ‘sensitif.’ Dimana,
anggota dewan periode 1999-
2004 itu diminta oleh pihak
sekretariatan DPRD Sidoarjo
untuk mengembalikan dana
tali asih dan uang asuransi.
“Kami hanya menindaklanjuti
hasil temuan BPK (Badan
Pemeriksa Keuangan, red).
Kalau tidak kita tindak lanjuti,
nanti malah disalahkan,” kata
Endang Susijanti kepada Radar
Sidoarjo seusai rapat, kemarin.
Mantan pegawai di Badan Keluarga Berencana dan
Perlindungan Masyarakat dan
Perempuan itu menyebutkan,
anggota dewan lama itu sengaja
dikumpulkan untuk diberitahu
soal hasil audit BPK.
Pihaknya tidak mau disalahkan
jika tidak memberitahukan
hasil temuan BPK itu
langsung kepada para anggota
dewan periode 1999-2004 itu,
soal kewajiban mengembalikan
dana tali asih dan uang asuransi
yang pernah mereka terima.
“Kita hanya menjalankan
tugas, karena hasil audit BPK
ditemukan ada kerugian negara
yang harus dikembalikan,” tegasnya
lagi. Pemberitahuan itu,
lanjut dia, sekaligus untuk
mencegah hal-hal yang tidak
dinginkan.
Sementara itu, Ketua DPRD
Sidoarjo Dawud Budi Sutrisno
mengakui secara khusus telah
mengundang para mantan wakil
rakyat di era kepemimpinan
Ketua Dewan Usman Ikhsan
itu. Pertemuan itu berlangsung
sekitar dua jam. “Ya, rapat tadi
memang membahas kekurangan
itu,” kata Dawud Budi Sutrisno
tanpa mau berkomentar
lebih lanjut.
Sementara itu, Purwadi Sigarlagi,
salah satu mantan anggota
DPRD Sidoarjo periode 1999-
2004, seusai rapat sempat melakukan
protes. Ia mengatakan,
saat dirinya menjabat sebagai
anggota dewan periode 1999-
2004, sudah ada pemotongan
uang pengembalian dana tali
asih dan uang asuransi yang
dipersoalkan BPK itu.
“Dulu kekurangannya per
anggota sekitar Rp 48 juta. Dan
itu, dulu sudah dibayar dengan
cara potong gaji dan langsung
dikumpulkan oleh setwan. Kenapa
sekarang ditagih lagi,”
protes kader PDIP ini.
Menurut legislator yang pernah
menjabat dua periode pada
1999-2004 dan 2004-2009 itu,
rata-rata rekannya yang terpilih
kembali juga dilakukan pemotongan
gaji oleh setwan untuk
pengembalian dana tali asih dan
uang asuransi.
Pihaknya juga mempertanyakan
mengapa audit BPK
terkesan lamban dan plin-plan.
Sebab saat audit BPK tahun
2004 atau setelah habisnya
periode dewan 1999-2004, disebutkan
tidak ada masalah.
Namun ternyata, hasil audit
BPK tahun 2010 muncul adanya
persoalan dana tali asih dan
asuransi tersebut.
“Ini yang membuat kami heran
dan bingung. Karena dulu
saat masa periode dewan habis
tidak ada apa-apa. Lha ternyata
di 2010, muncul persoalan. Ini
yang kami pertanyakan,” tegas
mantan anggota Komisi C DPRD
Sidoarjo ini.
Pihaknya juga mengkhawatirkan
persoalan itu akan kembali
menyeret mantan anggota
dewan ke meja hijau. Sebab
sebelumnya, anggota dewan
periode 1999-2004 mayoritas
juga tersangkut persoalan hukum
hingga membuat banyak di
antara mereka yang masuk
penjara.
“Masak nanti seperti itu (masuk
penjara, red) lagi,” tukas Purwadi
yang juga turut masuk penjara
gara-gara kasus korupsi DPRD
Sidoarjo periode 1999-2004.
Dalam pertemuan kemarin,
diakui tidak ada solusi yang
ditemukan. Mereka pun meminta
ada pertemuan lanjutan
yang akan diagendakan untuk
menghadirkan mantan sekretaris
daerah dan sekretaris
dewan periode saat itu.
Bahkan, peserta rapat juga
mendesak sekwan dan pimpinan
dewan untuk turut menghadirkan
bupati dan wakil bupati
kala itu yakni pasangan Win
Hendarso dan Saiful Ilah, yang
dinilai turut mengetahui seluk
beluk pemberian dana tali asih
dan asuransi dewan.
Dari data yang dihimpun
Radar Sidoarjo, dalam pertemuan
itu, Ketua DPRD Dawud
Budi Sutrisno menyampaikan
surat utang para anggota
dewan periode 1999-2004 itu.
Surat utang itu dikeluarkan
Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Aset DPPKA atas
perintah BPK setelah mengaudit
adanya penggunaan
uang negara yang tidak semestinya
pada DPRD Sidoarjo periode
1999-2004.
Persoalan itu muncul tatkala
dewan periode 1999-2004 menerima
tali asih dan asuransi
sekitar Rp 50 juta sampai Rp 60
juta per anggota. Saat itu, anggota
dewan masih 45 orang
sebelum kemudian ditambah
menjadi 50 orang.
Pemberian dana itu mendasari
kebijakan rapat DPRD Sidoarjo
1999-2004 yang dipimpin ketuanya,
Usman Ikhsan. Persoalan
pemberian dana asuransi itu
bermasalah karena seharusnya
uang itu untuk biaya membayar
klaim kesehatan. Namun ternyata,
dana asuransi itu masuk
ke kantong pribadi para anggota
dewan saat itu.
sekitar pukul 10.00, kemarin
(25/10), banyak dikunjungi
para mantan wakil rakyat periode
1999-2004. Para mantan
legislator itu datang ke ruang
rapat komisi di lantai II gedung
DPRD Sidoarjo di Jl
Sultan Agung.
Kedatangan para mantan
wakil rakyat itu sempat mengundang
pertanyaan. Terlebih
saat mereka masuk ke
ruang rapat komisi, ruangan
langsung ditutup dan media
dilarang meliput. Usut punya usut, ternyata mereka datang
karena diundang oleh Ketua
DPRD Sidoarjo, Dawud Budi
Sutrisno.
Pertemuan tertutup antara
para mantan anggota DPRD
periode 1999-2004 dengan ketua
dewan yang didampingi
Sekretaris DPRD Sidoarjo
(Sekwan), Endang Susijanti,
itu tak lepas dari materi rapat
yang sedikit ‘sensitif.’ Dimana,
anggota dewan periode 1999-
2004 itu diminta oleh pihak
sekretariatan DPRD Sidoarjo
untuk mengembalikan dana
tali asih dan uang asuransi.
“Kami hanya menindaklanjuti
hasil temuan BPK (Badan
Pemeriksa Keuangan, red).
Kalau tidak kita tindak lanjuti,
nanti malah disalahkan,” kata
Endang Susijanti kepada Radar
Sidoarjo seusai rapat, kemarin.
Mantan pegawai di Badan Keluarga Berencana dan
Perlindungan Masyarakat dan
Perempuan itu menyebutkan,
anggota dewan lama itu sengaja
dikumpulkan untuk diberitahu
soal hasil audit BPK.
Pihaknya tidak mau disalahkan
jika tidak memberitahukan
hasil temuan BPK itu
langsung kepada para anggota
dewan periode 1999-2004 itu,
soal kewajiban mengembalikan
dana tali asih dan uang asuransi
yang pernah mereka terima.
“Kita hanya menjalankan
tugas, karena hasil audit BPK
ditemukan ada kerugian negara
yang harus dikembalikan,” tegasnya
lagi. Pemberitahuan itu,
lanjut dia, sekaligus untuk
mencegah hal-hal yang tidak
dinginkan.
Sementara itu, Ketua DPRD
Sidoarjo Dawud Budi Sutrisno
mengakui secara khusus telah
mengundang para mantan wakil
rakyat di era kepemimpinan
Ketua Dewan Usman Ikhsan
itu. Pertemuan itu berlangsung
sekitar dua jam. “Ya, rapat tadi
memang membahas kekurangan
itu,” kata Dawud Budi Sutrisno
tanpa mau berkomentar
lebih lanjut.
Sementara itu, Purwadi Sigarlagi,
salah satu mantan anggota
DPRD Sidoarjo periode 1999-
2004, seusai rapat sempat melakukan
protes. Ia mengatakan,
saat dirinya menjabat sebagai
anggota dewan periode 1999-
2004, sudah ada pemotongan
uang pengembalian dana tali
asih dan uang asuransi yang
dipersoalkan BPK itu.
“Dulu kekurangannya per
anggota sekitar Rp 48 juta. Dan
itu, dulu sudah dibayar dengan
cara potong gaji dan langsung
dikumpulkan oleh setwan. Kenapa
sekarang ditagih lagi,”
protes kader PDIP ini.
Menurut legislator yang pernah
menjabat dua periode pada
1999-2004 dan 2004-2009 itu,
rata-rata rekannya yang terpilih
kembali juga dilakukan pemotongan
gaji oleh setwan untuk
pengembalian dana tali asih dan
uang asuransi.
Pihaknya juga mempertanyakan
mengapa audit BPK
terkesan lamban dan plin-plan.
Sebab saat audit BPK tahun
2004 atau setelah habisnya
periode dewan 1999-2004, disebutkan
tidak ada masalah.
Namun ternyata, hasil audit
BPK tahun 2010 muncul adanya
persoalan dana tali asih dan
asuransi tersebut.
“Ini yang membuat kami heran
dan bingung. Karena dulu
saat masa periode dewan habis
tidak ada apa-apa. Lha ternyata
di 2010, muncul persoalan. Ini
yang kami pertanyakan,” tegas
mantan anggota Komisi C DPRD
Sidoarjo ini.
Pihaknya juga mengkhawatirkan
persoalan itu akan kembali
menyeret mantan anggota
dewan ke meja hijau. Sebab
sebelumnya, anggota dewan
periode 1999-2004 mayoritas
juga tersangkut persoalan hukum
hingga membuat banyak di
antara mereka yang masuk
penjara.
“Masak nanti seperti itu (masuk
penjara, red) lagi,” tukas Purwadi
yang juga turut masuk penjara
gara-gara kasus korupsi DPRD
Sidoarjo periode 1999-2004.
Dalam pertemuan kemarin,
diakui tidak ada solusi yang
ditemukan. Mereka pun meminta
ada pertemuan lanjutan
yang akan diagendakan untuk
menghadirkan mantan sekretaris
daerah dan sekretaris
dewan periode saat itu.
Bahkan, peserta rapat juga
mendesak sekwan dan pimpinan
dewan untuk turut menghadirkan
bupati dan wakil bupati
kala itu yakni pasangan Win
Hendarso dan Saiful Ilah, yang
dinilai turut mengetahui seluk
beluk pemberian dana tali asih
dan asuransi dewan.
Dari data yang dihimpun
Radar Sidoarjo, dalam pertemuan
itu, Ketua DPRD Dawud
Budi Sutrisno menyampaikan
surat utang para anggota
dewan periode 1999-2004 itu.
Surat utang itu dikeluarkan
Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Aset DPPKA atas
perintah BPK setelah mengaudit
adanya penggunaan
uang negara yang tidak semestinya
pada DPRD Sidoarjo periode
1999-2004.
Persoalan itu muncul tatkala
dewan periode 1999-2004 menerima
tali asih dan asuransi
sekitar Rp 50 juta sampai Rp 60
juta per anggota. Saat itu, anggota
dewan masih 45 orang
sebelum kemudian ditambah
menjadi 50 orang.
Pemberian dana itu mendasari
kebijakan rapat DPRD Sidoarjo
1999-2004 yang dipimpin ketuanya,
Usman Ikhsan. Persoalan
pemberian dana asuransi itu
bermasalah karena seharusnya
uang itu untuk biaya membayar
klaim kesehatan. Namun ternyata,
dana asuransi itu masuk
ke kantong pribadi para anggota
dewan saat itu.
0 comments:
Posting Komentar