Demo besar-besaran
warga korban lumpur direncanakan
26 November
mendatang. Namun puluhan
warga Desa Siring, Jatirejo,
Renokenongo dan Kedungbendo
sudah duluan beraksi.
Sejak 14 November lalu, mereka
menduduki kantor PT Minarak
Lapindo Jaya (MLJ).
Mereka memberikan warning
tetap akan menduduki kantor
MLJ hingga tuntutan pelunasan
ganti rugi mereka terpenuhi.
Menurut Wiwik, salah satu
warga, warga menuntut pelunasan
pembayaran ganti rugi
yang kurang 80 persen. “Kita
bosan dengan janji-janji yang tidak pernah ditepati. MLJ
selalu bohong dengan janji mereka,”
ujarnya.
Wiwik juga menilai MLJ membuat
ulah dengan pelunasan
ganti rugi tersebut. “Dengan molornya
pembayaran selama 4
tahun, uang DP yang mereka
berikan sebelumnya seakan
hilang,” ungkapnya.
Selain itu, perempuan ini juga
menyoroti kata “cicilan” dalam
pelunasan. Ia menyebut warga
diarahkan agar mau dicicil,
padahal dalam Perpres 14 tahun
2007 tidak ada namanya cicilan.
“Yang ada pembayaran dilakukan
dua kali sebesar 20 persen dan 80
persen. Kalo ada cicilan berarti
melanggar peraturan,” tegasnya.
Wiwik menambahkan ribuan
warga ganti ruginya belum
lunas. “Sekitar 3.700 warga
yang cicilannya belum lunas dan
molor pembayaran,” cetus dia. Ia
menuntut jika MLJ tidak mau
melunasi pembayaran, meminta
agar MLJ membangunkan rumah
di atas lumpur. “Titik 25
bisa untuk dibangun rumah. Itu
tanah kami,” tandasnya.
Puluhan warga yang meninggalkan
pekerjaan serabutannya
ini mengaku akan tetap bertahan
menduduki kantor MLJ
hingga ada kejelasan. “Kami
minta untuk dipertemukan dengan
Andi Darussalam karena
dia penanggungjawabnya,” katanya
kemudian.
Terpisah Ketua Pansus Lumpur
DPRD Sidoarjo, Emir Firdaus
mengaku belum mengetahui aksi
warga tersebut. “Saya belum dengar
jika ada warga menduduki
kantor MLJ,” ujarnya.
Namun ia menilai apa yang
dilakukan warga wajar. Hal
tersebut mengingat pelunasan
yang harus dilakukan MLJ
sudah jatuh tempo. “ MLJ melanggar
komitmen terkait pelunasan
sehingga mereka datang
untuk meminta hak mereka. Itu
wajar,” tegas dia.
Di sisi lain Emir menjelaskan
saat ini pihak pansus telah berkirim
surat ke DPR RI untuk ikut
memikirkan pelunasan pembayaran
korban lumpur. Emir juga
menambahkan bahwa pansus
akan mencoba untuk membantu
pelunasan pembayaran warga
dengan mengalihkan pembayaran
yang seharusnya dilakukan oleh
MLJ kepada APBN. “Pemerintah
harus segera mengambil alih
karena sesuai perpres, pelunasan
pembayaran yang seharusnya dibayarkan
oleh MLJ sudah molor
4 tahun,” jelasnya.
Selain itua Anggota DPRD Sidoarjo
dari Fraksi PAN ini menganggap
tidak perlu untuk menekan
MLJ dalam kasus pelunasan
tersebut. “Seharusnya pemerintah
tanggap ketika pelunasan
pembayaran molor maka perlu
ada peraturan baru lagi,” ujarnya.
Emir menilai jika pemerintah
tidak segera menentukan sikap
masyarakat yang akan menjadi
korban. “Logika apa yang di pakai
pemerintah sehingga pelunasan
untuk warga di luar peta terdampak
lumpur dilunasi terlebih dahulu
daripada korban peta terdampak
lumpur? Pemerintah harus
memasukkan pelunasan ke dalam
APBN,” tandasnya.
warga korban lumpur direncanakan
26 November
mendatang. Namun puluhan
warga Desa Siring, Jatirejo,
Renokenongo dan Kedungbendo
sudah duluan beraksi.
Sejak 14 November lalu, mereka
menduduki kantor PT Minarak
Lapindo Jaya (MLJ).
Mereka memberikan warning
tetap akan menduduki kantor
MLJ hingga tuntutan pelunasan
ganti rugi mereka terpenuhi.
Menurut Wiwik, salah satu
warga, warga menuntut pelunasan
pembayaran ganti rugi
yang kurang 80 persen. “Kita
bosan dengan janji-janji yang tidak pernah ditepati. MLJ
selalu bohong dengan janji mereka,”
ujarnya.
Wiwik juga menilai MLJ membuat
ulah dengan pelunasan
ganti rugi tersebut. “Dengan molornya
pembayaran selama 4
tahun, uang DP yang mereka
berikan sebelumnya seakan
hilang,” ungkapnya.
Selain itu, perempuan ini juga
menyoroti kata “cicilan” dalam
pelunasan. Ia menyebut warga
diarahkan agar mau dicicil,
padahal dalam Perpres 14 tahun
2007 tidak ada namanya cicilan.
“Yang ada pembayaran dilakukan
dua kali sebesar 20 persen dan 80
persen. Kalo ada cicilan berarti
melanggar peraturan,” tegasnya.
Wiwik menambahkan ribuan
warga ganti ruginya belum
lunas. “Sekitar 3.700 warga
yang cicilannya belum lunas dan
molor pembayaran,” cetus dia. Ia
menuntut jika MLJ tidak mau
melunasi pembayaran, meminta
agar MLJ membangunkan rumah
di atas lumpur. “Titik 25
bisa untuk dibangun rumah. Itu
tanah kami,” tandasnya.
Puluhan warga yang meninggalkan
pekerjaan serabutannya
ini mengaku akan tetap bertahan
menduduki kantor MLJ
hingga ada kejelasan. “Kami
minta untuk dipertemukan dengan
Andi Darussalam karena
dia penanggungjawabnya,” katanya
kemudian.
Terpisah Ketua Pansus Lumpur
DPRD Sidoarjo, Emir Firdaus
mengaku belum mengetahui aksi
warga tersebut. “Saya belum dengar
jika ada warga menduduki
kantor MLJ,” ujarnya.
Namun ia menilai apa yang
dilakukan warga wajar. Hal
tersebut mengingat pelunasan
yang harus dilakukan MLJ
sudah jatuh tempo. “ MLJ melanggar
komitmen terkait pelunasan
sehingga mereka datang
untuk meminta hak mereka. Itu
wajar,” tegas dia.
Di sisi lain Emir menjelaskan
saat ini pihak pansus telah berkirim
surat ke DPR RI untuk ikut
memikirkan pelunasan pembayaran
korban lumpur. Emir juga
menambahkan bahwa pansus
akan mencoba untuk membantu
pelunasan pembayaran warga
dengan mengalihkan pembayaran
yang seharusnya dilakukan oleh
MLJ kepada APBN. “Pemerintah
harus segera mengambil alih
karena sesuai perpres, pelunasan
pembayaran yang seharusnya dibayarkan
oleh MLJ sudah molor
4 tahun,” jelasnya.
Selain itua Anggota DPRD Sidoarjo
dari Fraksi PAN ini menganggap
tidak perlu untuk menekan
MLJ dalam kasus pelunasan
tersebut. “Seharusnya pemerintah
tanggap ketika pelunasan
pembayaran molor maka perlu
ada peraturan baru lagi,” ujarnya.
Emir menilai jika pemerintah
tidak segera menentukan sikap
masyarakat yang akan menjadi
korban. “Logika apa yang di pakai
pemerintah sehingga pelunasan
untuk warga di luar peta terdampak
lumpur dilunasi terlebih dahulu
daripada korban peta terdampak
lumpur? Pemerintah harus
memasukkan pelunasan ke dalam
APBN,” tandasnya.
0 comments:
Posting Komentar