Ada kecenderungan, pria yang ingin berpoligami memilih untuk menikah
secara siri terhadap istri kedua, ketiga, hingga keempatnya. Itu pula
yang marak di kalangan pejabat di Indonesia. Seperti yang dilakukan
Bupati Garut Aceng Fikri, yang menikahi Fani Oktora, yang baru berusia
19 tahun. Begitu juga yang dilakukan Usman anggota FKB DPRD Sidoarjo.
Ada apa dengan pejabat kita? Bagiman hukum pernikahan siri? Sahkah
menurut agama?
Akibat adanya praktik poligami terselubung atau kawin sirri dalam masyarakat menimbulkan permasalahan yang rumit dan mempunyai akibat hukum terhadap masing- masing pihak, terutama perempuan. Perempuan menjadi pihak yang paling dirugikan fengan pernikahan siri.
Betapa banyak penderitaan yang ditimbulkan akibat praktik poligami yang tak sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam undang-undang.Praktik-praktik kekerasan dalam rumah tangga pun seolah tak bisa terelakkan. Kenyataanya banyak perempuan yang bersedia menikah siri, karena jabatan sang pria, meski pria yang menikahinya telah memiliki istri sah.
Kisah Aceng, Bupati Garut, yang jelas mengaku telah menikahi Fani secara siri selama empat hari, kemudian setelah itu langsung menceraikannya melalui SMS, karena alasan ketidakcocokan. Walau isu yang berkembang, perceraian itu dipicu karena sang istri siri sudah tidak perawan lagi.
Untuk menghilangkan jejak, Aceng mengakui telah membuat perjanjian dengan Fani dengan menandatangani surat disertai materai bahwa mereka tidak akan memperpanjang kasus ini di hadapan publik.
Lain Aceng lain Usman. Maimunatun, istri anggota DPRD Sidoarjo ini malah memperkarakan sang suami, karena kedapatan menikah siri dengan seorang PNS. Sementara dia sebagai istri sah, akhirnya ditelantarkan. Kisah dua pejabat yang nikah siri di atas, sangatlah jelas, perempuan hanya menjadi korban.
Pelanggaran Etika
Dan apa yang dilakukan dua pejabat publik di atas menurut Aktivis dari Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Apung Widadi, jelas sebagai pelanggaran etika pejabat publik. “Pejabat yang nikah siri seperti Aceng, tentu melanggar etika,” tegasnya.
Sementara Ketua Komnas Perlindungan Anak Aris Merdeka Sirait berpendapat, pejabat publik yang melakukan pernikahan siri seperti yang dilakukan Bupati Aceng bisa terkena pasal berlapis.
Memurutnya jika dicermati, pernikahan siri Bupati Aceng melanggar UU Perkawinan dan Perlindungan Perempuan. Sebab, hanya empat hari pernikahan, Aceng menceraikan Fani dengan alasan si istri tidak perawan.
"Itu sangat menyakitkan perempuan, terlebih hanya lewat SMS Aceng menceraikan Fani. Jadi, bisa juga mengarah ke KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga)," kata Aris "Jadi, Aceng kemungkinan bisa kena banyak pasal," tambahnya.
Bupati Aceng juga dilaporkan ke lembaga perlindungan perempuan pada akhir November 2012 karena dituduh melakukan pelecehan terhadap perempuan di bawah umur.
"Dari informasi, pernikahan siri terjadi 14 Juli 2012, sementara FO lahir pada Oktober 1994. Jadi, bisa mengarah pada perbuatan kejahatan pada anak," kata Aris.
Adapun pernikahan kontroversial itu terjadi pada 14 Juli hingga 17 Juli 2012. Perbuatan Aceng dianggap melanggar UU No. 23/2002 mengenai Perlindungan Anak. Ia juga dianggap melanggar UU No. 21/2007 tentang Perdagangan Orang.
Akibat adanya praktik poligami terselubung atau kawin sirri dalam masyarakat menimbulkan permasalahan yang rumit dan mempunyai akibat hukum terhadap masing- masing pihak, terutama perempuan. Perempuan menjadi pihak yang paling dirugikan fengan pernikahan siri.
Betapa banyak penderitaan yang ditimbulkan akibat praktik poligami yang tak sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam undang-undang.Praktik-praktik kekerasan dalam rumah tangga pun seolah tak bisa terelakkan. Kenyataanya banyak perempuan yang bersedia menikah siri, karena jabatan sang pria, meski pria yang menikahinya telah memiliki istri sah.
Kisah Aceng, Bupati Garut, yang jelas mengaku telah menikahi Fani secara siri selama empat hari, kemudian setelah itu langsung menceraikannya melalui SMS, karena alasan ketidakcocokan. Walau isu yang berkembang, perceraian itu dipicu karena sang istri siri sudah tidak perawan lagi.
Untuk menghilangkan jejak, Aceng mengakui telah membuat perjanjian dengan Fani dengan menandatangani surat disertai materai bahwa mereka tidak akan memperpanjang kasus ini di hadapan publik.
Lain Aceng lain Usman. Maimunatun, istri anggota DPRD Sidoarjo ini malah memperkarakan sang suami, karena kedapatan menikah siri dengan seorang PNS. Sementara dia sebagai istri sah, akhirnya ditelantarkan. Kisah dua pejabat yang nikah siri di atas, sangatlah jelas, perempuan hanya menjadi korban.
Pelanggaran Etika
Dan apa yang dilakukan dua pejabat publik di atas menurut Aktivis dari Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Apung Widadi, jelas sebagai pelanggaran etika pejabat publik. “Pejabat yang nikah siri seperti Aceng, tentu melanggar etika,” tegasnya.
Sementara Ketua Komnas Perlindungan Anak Aris Merdeka Sirait berpendapat, pejabat publik yang melakukan pernikahan siri seperti yang dilakukan Bupati Aceng bisa terkena pasal berlapis.
Memurutnya jika dicermati, pernikahan siri Bupati Aceng melanggar UU Perkawinan dan Perlindungan Perempuan. Sebab, hanya empat hari pernikahan, Aceng menceraikan Fani dengan alasan si istri tidak perawan.
"Itu sangat menyakitkan perempuan, terlebih hanya lewat SMS Aceng menceraikan Fani. Jadi, bisa juga mengarah ke KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga)," kata Aris "Jadi, Aceng kemungkinan bisa kena banyak pasal," tambahnya.
Bupati Aceng juga dilaporkan ke lembaga perlindungan perempuan pada akhir November 2012 karena dituduh melakukan pelecehan terhadap perempuan di bawah umur.
"Dari informasi, pernikahan siri terjadi 14 Juli 2012, sementara FO lahir pada Oktober 1994. Jadi, bisa mengarah pada perbuatan kejahatan pada anak," kata Aris.
Adapun pernikahan kontroversial itu terjadi pada 14 Juli hingga 17 Juli 2012. Perbuatan Aceng dianggap melanggar UU No. 23/2002 mengenai Perlindungan Anak. Ia juga dianggap melanggar UU No. 21/2007 tentang Perdagangan Orang.
0 comments:
Posting Komentar