Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) membantah bahwa
penanganan semburan lumpur yang dipakainya selama ini menggunakan
cara-cara yang dipatenkan Djaja Laksana. Cara yang dipakai BPLS selama
ini adalah murni konsep dari tim ahli BPLS.
Humas BPLS Ahmad
Kusairi mengatakan, pembangunan tanggul tinggi yang mengitari pusat
semburan dibuat pasca pengalihan wewenang penanganan dari Timnas ke BPLS
pada 2007. ''Cara penanganan semburan saat itu adalah hasil koordinasi
deputi infrastruktur BPLS di bawah pimpinan Ir Karyadi,'' kata Kusairi
ketika dikonfirmasi, Senin sore (9/4/2012).
Saat itu, menurut
Kusairi, BPLS memutuskan membangun tiga kolam besar di area peta
terdampak dengan ketinggian 11 meter mengitari kolam utama pusat
semburan. ''Kolam kecil yang dibangun Timnas sering jebol, karena itu
BPLS akhirnya membuat 3 kolam besar mengitari pusat semburan,'' ujarnya.
Pihaknya
mempersilahkan siapa saja yang mengklaim bahwa konsep penanganan luapan
lumpur Sidoarjo adalah miliknya, karena BPLS memiliki bukti-bukti
konkret tentang konsep penanganan itu. ''Apa yang diklaim oleh Djaja
Laksana itu adalah masalah hukum, kami juga akan menanggapinya dengan
pendekatan hukum,'' tambahnya.
Sebelumnya, alumni ITS jurusan
Teknik Mesin, Djaja Laksana menuding BPLS menjiplak penanganan semburan
lumpur miliknya yang sudah dipatenkan pada 10 Februari lalu dengan nomor
ID P0025035 tentang Metode Penghentian Semburan Lumpur.
Djaja
Laksana menggunakan pendekatan teori Bernoulli untuk menghentikan
semburan lumpur. Teori tersebut dipercaya mampu mengukur tingkat
permukaan semburan melalui pipa dalam tinggi tertentu atau Total Head.
Pada ketinggian pipa tertentu, semburan pasti berhenti, karena tekanan
dari atas sudah sama dengan tekanan dari bawah. Tim kuasa hukum Djaja
Laksana mengancam akan menempuh jalur hukum, jika Badan Penanggulangan
Lumpur Sidoarjo (BPLS) tidak segera mengakui metode penanganan lumpur
Sidoarjo adalah milik Djaja Laksana.
0 comments:
Posting Komentar