Hari Ini Mulai Kaji Lahan yang Tercemar Limbah TPA Kupang SIDOARJO –
Belum ada kepastian petani dan petambak korban pencemaran limbah TPA
Kupang bakal mendapat ganti rugi. Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP)
Sidoarjo memang berjanji memberikan ganti rugi itu. Tetapi, pendataan
dan penghi tungan jumlah ganti rugi baru dilakukan terhadap sawah dan
tambak yang tercemar lindi.
Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan
Peternakan Sidoarjo Handajani mengatakan, penentuan bentuk kerugian
membutuhkan kajian lebih lanjut. Kondisi lahan jadi bahan pertimbangan.
Di antaranya, kondisi normal lahan saat produktif, hasil lahan masa
produktif, dan berapa lama lahan tersebut bisa digunakan lagi.
Dinas pertanian akan mulai mengkaji
kerusakan lahan warga sekitar TPA Kupang. Akan dilakukan penelitian awal
tentang jenis lahan itu. Misalnya, kategori tanah sawah di sekitar TPA.
”Tanaman jenis apa yang biasanya ditanam
saat kondisi normal dan hasil panen apa yang akan dihasilkan,”
terangnya kemarin (1/4). Dinas pertanian bakal mengkaji berapa banyak
hasil panen petani lahan mereka tidak tercemar. ”Angka gagal panennya
berapa,” ucapnya. Handajani menambahkan, dinas pertanian juga akan
berkoordinasi dengan dinas perikanan.
Sebab, lahan warga merupakan lahan dua
musim. Bila musim hujan, biasanya lahan digunakan sebagai tambak. Saat
musim kemarau lahan ditanami padi.
”Akan dihitung berapa banyak gagal panen
yang diperoleh dari tanaman padi dan hasil tambak tersebut,” terangnya.
Meski demikian, tegas Handajani, dinas pertanian hanya berwenang
mengkaji. Nilai ganti ruginya akan disesuaikan dengan kemampuan APBD.
”Akan kami sesuaikan dengan bujet,” terangnya.
Sebagaimana diberitakan, sawah dan
tambak warga sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) Kupang, Jabon,
tercemar limbah sampah (lindi). Hal itu terbukti dari hasil penelitian
Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sidoarjo.
BLH telah mengambil sampel di lima
titik. Titik-titik itu, antara lain, afvoer Ingas di belakang TPA, sawah
tambak milik Sutomo dan Panaji, air bocoran IPAL, serta pencemaran air
tanah yang bisa dilihat dari sumur pantau. Berdasar hasil pengambilan
sampel, kandungan air di lokasi itu mengandung zat berbahaya yang
melebihi ambang batas.
”Diduga, pencemaran terjadi karena ada
kebocoran bak penampungan IPAL. Juga kerja IPAL yang tidak maksimal,”
terangnya. Sebelumnya, Kepala Desa Kupang Suryadi menyatakan bahwa
warganya sudah cukup bersabar dengan kondisi tersebut.
Meski sawah dan tambak telah tercemar,
mereka masih menunggu janji-janji DKP. Misalnya, memperbaiki tembok TPA
yang roboh, membuat saluran IPAL yang baik, dan mengganti kerugian
warga.
Anggota Komisi C (lingkungan) DPRD
Sidoarjo Anik Maslachah mendesak instansi terkait segera tanggap. Untuk
ganti rugi gagal panen, misalnya, Anik meminta tim ahli dari perikanan
dan pertanian menghitung nilai kerugian. Tim harus mengkaji berapa lama
efek pencemaran mengganggu sawah warga. Sebab, pemulihan lingkungan
membutuhkan waktu relatif lama.
”Tidak bisa ditetapkan ganti rugi satu tahun atau dua tahun. Harus dikaji,” terangnya.
0 comments:
Posting Komentar