Jadi Jujukan Pengakses Berbagai Kota
Terobosan berani Kecamatan Krembung sejak Juni 2008 mampu mengubah pola pikir warga dan murid-murid sekolah. Internet gratis jadi pintu ke dunia luar.
Sekelompok remaja putri berseragam sekolah tampak begitu larut dengan laptopnya di Pendapa Kecamatan Krembung, Kamis siang (1/2) lalu. Para remaja putri itu ternyata sedang menikmati asyiknya berselancar di dunia maya. Mereka rupanya browsing bahan untuk mengerjakan tugas sekolah di beberapa situs di internet. Tentu saja sesekali membuka situs jejaring sosial.
”Di sini kan disediakan fasilitas wifi
gratis. Jadi sebelum pulang kami mampir dulu ke sini untuk mencari
bahan tugas sekolah,” ujar Nyi Rayasti Dwi, pelajar kelas II IPS III
SMAN Krembung.
Hal senada dilontarkan Irma Ristia Dia. ”Daripada ke warnet kan
lebih enak di sini. Kami tidak perlu keluar biaya,” sebut pelajar kelas
III IPA IV SMAN Krembung itu seraya tersenyum. Teman-teman Irma dan
Rayasti yang lain juga asyik dengan laptop masing-masing. Ada yang duduk
di rerumputan. Ada pula yang selonjoran di musala kecamatan. Mereka
menikmati itu sembari menunggu jemputan pulang.
Sejak
Juni 2008, Kecamatan Krembung memang membuat gebrakan mengejutkan.
Mereka mengubah kesan kaku kantor pemerintahan dengan menyediakan free hotspot. Selama ini orang yang datang kantor kecematan dan desa sering segan. Ada rasa ewuh pekuh karena rakyat harus berhadapan dengan pegawai negeri.
Hal
itu sebelumnya juga kentara di Krembung yang notabene masih pedesaan.
Kesan itu pun diubah. Muncullah ide menyediakan fasilitas hotspot
gratis. ”Ide ini muncul dari cangkrukan Pak Camat (saat itu M. Bahrul
Amig, red) dengan para pegawai di selasar belakang kantor kecamatan,”
ungkap Sekretaris Kecamatan (Sekcam) Krembung Abdul Wahib.
Ide itu pun dijalankan. Area free hotspot
tidak hanya di kantor kecamatan, tapi menjangkau 19 balai desa di
Krembung. Sejak saat itulah perubahan benar-benar terjadi. Perangkat
desa yang dulunya gagap teknologi kini sudak tak asing lagi. Komunikasi
yang umumnya mereka jalin hanya lewat surat kini sebagian beralih ke
email.
Tidak
hanya itu. Kesan ”angker” kantor kecamatan dan balai desa pun seolah
menghilang. Lebih-lebih anak muda. Mereka tak hanya datang ketika
mengurus surat semata, tapi juga berselancar di dunia maya. ”Ide ini
tidak sekedar membuang kesan kaku, tapi juga untuk membuat warga melek
internet, meski hidup di desa,” kata Wahib. Mereka juga bisa mengikuti
perkembangan informasi dan pemikiran global meski tetap bertindak lokal
sebagai orang desa.
Jadilah
setiap hari kantor kecamatan maupun balai desa tidak pernah sepi.
Rata-rata lima hingga tujuh orang setiap hari main internet. Mayoritas
anak muda, terutama usia sekolah SMP dan SMA. Di sekitar balai desa,
banyak pula remaja-remaja yang main internet sambil duduk-duduk di
ladang atau kebun. Mereka menikmati hijaunya tanaman sambil menjelajah
dunia maya.
Yang
datang pun tidak hanya anak-anak Krembung saja. Tapi, juga dari desa
atau kecamatan tetangga. Seperti Tulangan, Prambon, Porong, bahkan
Mojosari dan Mojokerto. ”Di balai desa saya tidak hanya anak kampung
yang memanfaatkannya. Tapi, banyak anak Tulangan juga datang ke balai
desa saya,” tutur Kepala Desa Wonomlati, Slamet Hariyanto. Wilayah
Wonomlati memang berbatasan dengan wilayah Tulangan.
Rayasti
dan Irma yang Kamis lalu berinternet juga pelajar asal Tulangan. ”Saya
memang sering ke sini,” aku Irma. Biasanya warga yang datang menggunakan
fasilitas hotspot itu pada jam-jam pulang sekolah atau sore hari.
”Paling ramai Sabtu malam. Jumlahnya di atas 15. Bahkan, mereka biasanya
bertahan hingga dini hari,” kata Wahib. Fasilitas itu memang tidak
dibatasi waktu. ”Kami menyediakannya 24 jam. Tapi, tentu kami tetap
mengontrol anak-anak yang menggunakannya hingga larut malam,” imbuh
Kades Slamet. (fim/roz)
Cari Terobosan untuk Kemajuan
JUMLAH pengakses
internet yang makin banyak pernah menjadi masalah. Akses internet pun
mulai ter ganggu. Agar fasilitas gratis itu tetap bisa dinikmati,
kecamatan dan desa melakukan perbaikan. Apalagi, dengan sistem
terdahulu, fasilitas wifi kerap bermasalah.
”Dulu yang berlangganan kecamatan, lalu
dipancarkan ke 19 desa. Sekarang setiap desa menyedikan modem dan
berlangganan sendiri,” kata Abdul Wahib.
Pada 2008 kecamatan juga masih memanfaatkan fasilitas Speedy Office Unlimited dari PT Telkom. Lalu, dipasang splitting (alat pembagi wifi), modem, dan access point di tiang pemancar. Dengan alat tersebut, free hotspot dipancarkan ke 19 desa. Untuk menerimanya, setiap desa menyediakan radio wifi.
Awalnya, semua berjalan lancar. Na mun,
seiring dengan meningkatnya pengakses, kelancaran internet pun
terganggu. Bahkan, kadang-kadang ngadat.
”Kami akhirnya sepakat memperbaikinya
dengan cara setiap desa berlangganan sendiri-sendiri. Biayanya Rp 100
ribu hingga Rp 250 ribu per bulan,” ujar Kepala Desa Kedungsumur
Muntholip.
Perubahan itu mulai terjadi Desember 2010. ”Kami tidak mempermasalahkan itu. Sebab, fasilitas wifi ini sangat bermanfaat buat kami sendiri dan warga,” ungkap Muntholip.
Bagi perangkat desa, dengan fasilitas hotspot mereka bisa mencari bahan untuk membuat terobosanterobosan untuk kemajuan desa. Mereka juga bisa sharing proposal hanya lewat e-mail. ”Jadi, tidak ribet. Kalau kami sharing proposal, tidak perlu harus jauh-jauh datang ke tempat teman untuk meminjamnya. Cukup lewat e-mail,” sebut Kepala Desa Wonomlati Slamet Hariyanto.
Warga juga bisa merasakan keuntungannya.
Jadi, pengeluaran desa di rasakan benar oleh warganya. ”Yang jelas,
fasilitas ini sangat memu dahkan para pelajar dan mahasiswa untuk
mencari bahan guna mengerjakan tugas kuliah,” ucap Muntholip.
Meski bermanfaat, fasilitas tersebut tak
berarti tidak ada kendala. Ada pengakses internet yang nakal dengan
membuka situs porno. ”Di awal-awal dulu itu sering terjadi. Tapi, kini
sudah tidak lagi. Sebab, teknisi kami sudah memblokirnya,” kata Wahib.
0 comments:
Posting Komentar