Penemu teori Bernouli, Jaya Laksana
melayangkan somasi kepada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo terkait
dengan model penanggulan yang dilakukan BPLS terhadap penanganan luapan
lumpur Lapindo. Kuasa hukum Jaya, Sunarno Edi Wibowo, Senin
(9/4), mengatakan kliennya keberatan dengan model penanggulangan yang
dilakukan oleh BPLS mengingat model penanggulangan yang dilakukan oleh
BPLS tersebut sama dengan teori yang ditemukan oleh Jaya Laksana.
"Seharusnya BPLS tersebut izin dulu kepada klien kami selaku penemu teori tersebut, mengingat sejak tahun 2010 lalu teori tersebut sudah dipatenkan dan kalau penemuan tersebut digunakan hendaknya izin dahulu terhadap penemunya," katanya.
Ia mengemukakan, dalam surat tersebut dirinya juga mengundang pihak BPLS untuk melakukan pertemuan dengan dirinya terkait dengan masalah tersebut. "Kami menunggu niat baik dari BPLS untuk bersedia melakukan pertemuan dengan kami perihal masalah tersebut karena apa yang telah dilakukan oleh BPLS itu sendiri telah melanggar hak atas kekayaan intelektual karena tidak izin dahulu terhadap penemu Bernouli untuk menanggulangi lumpur Lapindo, yakni Jaya Laksana," katanya.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama Jaya Laksana mengatakan, teori Bernouli tersebut masih bisa digunakan untuk menghentikan semburan lumpur Lapindo. "Dengan membangun tanggul pada ketinggian tertentu maka luapan lumpur yang ada di dalam kolam penampungan bisa dihentikan. Seperti pada saat ada tanggul cincin, maka 'total head' yang dibutuhkan sekitar 28 meter maka semburan lumpur tersebut bisa dihentikan," katanya.
Menanggapi surat tersebut, Humas BPLS Akhmad Kusairi mengaku siap menghadapi apa yang menjadi tuntutan dari Jaya Laksana. "Kami siap menghadapi surat yang dilayangkan tersebut karena kami juga memiliki fakta-fakta yang ada di lapangan terkait dengan masalah tersebut," katanya.
Soal undangan dari pihak Jaya, Akhmad mengaku tidak akan hadir, karena pada dasarnya BPLS tidak berada di bawah naungan siapapun mengingat pertanggungjawaban BPLS adalah kepada Presiden.
"Seharusnya BPLS tersebut izin dulu kepada klien kami selaku penemu teori tersebut, mengingat sejak tahun 2010 lalu teori tersebut sudah dipatenkan dan kalau penemuan tersebut digunakan hendaknya izin dahulu terhadap penemunya," katanya.
Ia mengemukakan, dalam surat tersebut dirinya juga mengundang pihak BPLS untuk melakukan pertemuan dengan dirinya terkait dengan masalah tersebut. "Kami menunggu niat baik dari BPLS untuk bersedia melakukan pertemuan dengan kami perihal masalah tersebut karena apa yang telah dilakukan oleh BPLS itu sendiri telah melanggar hak atas kekayaan intelektual karena tidak izin dahulu terhadap penemu Bernouli untuk menanggulangi lumpur Lapindo, yakni Jaya Laksana," katanya.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama Jaya Laksana mengatakan, teori Bernouli tersebut masih bisa digunakan untuk menghentikan semburan lumpur Lapindo. "Dengan membangun tanggul pada ketinggian tertentu maka luapan lumpur yang ada di dalam kolam penampungan bisa dihentikan. Seperti pada saat ada tanggul cincin, maka 'total head' yang dibutuhkan sekitar 28 meter maka semburan lumpur tersebut bisa dihentikan," katanya.
Menanggapi surat tersebut, Humas BPLS Akhmad Kusairi mengaku siap menghadapi apa yang menjadi tuntutan dari Jaya Laksana. "Kami siap menghadapi surat yang dilayangkan tersebut karena kami juga memiliki fakta-fakta yang ada di lapangan terkait dengan masalah tersebut," katanya.
Soal undangan dari pihak Jaya, Akhmad mengaku tidak akan hadir, karena pada dasarnya BPLS tidak berada di bawah naungan siapapun mengingat pertanggungjawaban BPLS adalah kepada Presiden.
0 comments:
Posting Komentar