Pancing Penonton dengan Gadis Cantik
Tulang punggung sebuah grup
ludruk adalah keberadaan pelawakpelawak
yang berbobot. Masalahnya,
tidak mudah mencetak pelawak-
pelawak dalam waktu singkat.
“LAWAKAN harus bagus dan
segar. Kalau cuma banyolan lawas
thok, penonton tidak akan tertawa
karena sudah tahu,” kata Marliyah
(57), pengurus grup Ludruk Karya
Baru di kawasan Balongbendo.
Meski grup ludruk di Sidoarjo makin
sedikit, Marliyah dan kawan-kawan
ternyata masih mampu menjaga
eksistensi Ludruk Karya Baru sampai
saat ini. Grup ludruk ini kerap tampil
di kawasan Balongbendo, Krian,
Tarik, Prambon, hingga Mojokerto.
Apa rahasia sukses Karya Baru?
Pertama, lawakan yang segar dan
menghibur. Kedua, kostum, tema lawakan,
maupun lakon harus diubah
jika lokasi pementasan di radius
lima kilometer dari lokasi pertunjukan
terdahulu. Ketiga, menampilkan
penari-penari cewek yang
muda. Keempat, menggunakan
pemain tetap, bukan bon-bonan.
“Anak-anak itu paling kritis.
Kalau lawakannya sudah pernah
dilihat, mereka dengan spontan
akan berteriak: banyolane pancet!
Apa gak malu?” tukasnya.
Meski kondisi grup ludruk saat
ini sudah jauh berbeda dengan era
1980-an, Marliyah optimistis masih
banyak warga Sidoarjo yang menggemari
ludruk.
Tulang punggung sebuah grup
ludruk adalah keberadaan pelawakpelawak
yang berbobot. Masalahnya,
tidak mudah mencetak pelawak-
pelawak dalam waktu singkat.
“LAWAKAN harus bagus dan
segar. Kalau cuma banyolan lawas
thok, penonton tidak akan tertawa
karena sudah tahu,” kata Marliyah
(57), pengurus grup Ludruk Karya
Baru di kawasan Balongbendo.
Meski grup ludruk di Sidoarjo makin
sedikit, Marliyah dan kawan-kawan
ternyata masih mampu menjaga
eksistensi Ludruk Karya Baru sampai
saat ini. Grup ludruk ini kerap tampil
di kawasan Balongbendo, Krian,
Tarik, Prambon, hingga Mojokerto.
Apa rahasia sukses Karya Baru?
Pertama, lawakan yang segar dan
menghibur. Kedua, kostum, tema lawakan,
maupun lakon harus diubah
jika lokasi pementasan di radius
lima kilometer dari lokasi pertunjukan
terdahulu. Ketiga, menampilkan
penari-penari cewek yang
muda. Keempat, menggunakan
pemain tetap, bukan bon-bonan.
“Anak-anak itu paling kritis.
Kalau lawakannya sudah pernah
dilihat, mereka dengan spontan
akan berteriak: banyolane pancet!
Apa gak malu?” tukasnya.
Meski kondisi grup ludruk saat
ini sudah jauh berbeda dengan era
1980-an, Marliyah optimistis masih
banyak warga Sidoarjo yang menggemari
ludruk.
0 comments:
Posting Komentar