Warga Sidomulyo yang berkumpul di halaman Balai Pertemuan RW 4 dan RW 5
kecewa dengan penjelasan Kapolsek Krian Kompol Achmad Soleh, Sabtu
(16/6/2012).
Ratusan warga mulai anak-anak hingga orang dewasa tak terima dengan penjelasan yang menyebut kematian Umi Lailiyah bunuh diri. "Bunuh diri kok mudo (telanjang). Ngawur...ngawur...," teriak warga dengan suara tinggi.
Meski warga teriak-teriak, Kapolsek yang dikawal beberapa anak buahnya terus membacakan hasil visum yang dikeluarkan RS Anwar Medika. Intinya, kematian korban akibat bunuh diri. Hal itu ditopang keterangan dari pihak rumah sakit seperti kondisi alat vital korban tidak ada tanda kekerasan, dubur tidak ada perubahan serta dada korban tidak ada bekas kekerasan. Ciri yang menunjukkan bunuh diri, lidah menjulur.
Meski visum sudah dibacakan, warga tetap tidak mempercayainya. Justru puluhan ibu-ibu menghujat polisi dengan kata-kata kasar. Bahkan salah satu polisi yang berusaha meredam emosi warga justru disoraki serta di arak dari balai pertemuan sampai jalan raya. "Polisi ngawur...polisi ngawur...," protes warga.
Polisi yang mengenakan seragam olah raga itu akhirnya ditolong salah seorang polisi berpakaian dinas dari arakan massa. "Kok bisa sampai diarak begitu. Lho itu dibawa kemana," kata salah seorang polisi berpakaian preman.
Tidak itu saja, mobil patroli dan mobil dinas yang ditumpangi kapolsek kesulitan keluar karena ratusan warga berjubel di jalan. Setelah arus lalu lintas diatur, dua mobil itu berjalan keluar. Tak pelak, saat mobil keluar hujatan dan cacian terus nyerocos ke korps baju cokelat itu. "Gak masuk akal bunuh diri kok telanjang," teriak warga.
Kepala Desa (Kades) Sidomulyo, Yudi Setiawan di hadapan warganya, mengimbau agar tidak terprovokasi dengan kejadian ini. Bahkan Yudi wanti-wanti agar warganya tidak berbuat anarkhis. "Percayakan pada pihak kepolisian (penyidik) untuk menangani persoalan ini," paparnya.
Ratusan warga mulai anak-anak hingga orang dewasa tak terima dengan penjelasan yang menyebut kematian Umi Lailiyah bunuh diri. "Bunuh diri kok mudo (telanjang). Ngawur...ngawur...," teriak warga dengan suara tinggi.
Meski warga teriak-teriak, Kapolsek yang dikawal beberapa anak buahnya terus membacakan hasil visum yang dikeluarkan RS Anwar Medika. Intinya, kematian korban akibat bunuh diri. Hal itu ditopang keterangan dari pihak rumah sakit seperti kondisi alat vital korban tidak ada tanda kekerasan, dubur tidak ada perubahan serta dada korban tidak ada bekas kekerasan. Ciri yang menunjukkan bunuh diri, lidah menjulur.
Meski visum sudah dibacakan, warga tetap tidak mempercayainya. Justru puluhan ibu-ibu menghujat polisi dengan kata-kata kasar. Bahkan salah satu polisi yang berusaha meredam emosi warga justru disoraki serta di arak dari balai pertemuan sampai jalan raya. "Polisi ngawur...polisi ngawur...," protes warga.
Polisi yang mengenakan seragam olah raga itu akhirnya ditolong salah seorang polisi berpakaian dinas dari arakan massa. "Kok bisa sampai diarak begitu. Lho itu dibawa kemana," kata salah seorang polisi berpakaian preman.
Tidak itu saja, mobil patroli dan mobil dinas yang ditumpangi kapolsek kesulitan keluar karena ratusan warga berjubel di jalan. Setelah arus lalu lintas diatur, dua mobil itu berjalan keluar. Tak pelak, saat mobil keluar hujatan dan cacian terus nyerocos ke korps baju cokelat itu. "Gak masuk akal bunuh diri kok telanjang," teriak warga.
Kepala Desa (Kades) Sidomulyo, Yudi Setiawan di hadapan warganya, mengimbau agar tidak terprovokasi dengan kejadian ini. Bahkan Yudi wanti-wanti agar warganya tidak berbuat anarkhis. "Percayakan pada pihak kepolisian (penyidik) untuk menangani persoalan ini," paparnya.
0 comments:
Posting Komentar