Pusat Pelaporan Analisis Transaksi dan Keuangan 
(PPATK) mengungkap jika korupsi di daerah dengan menggunakan modus 
pemindahan dana anggaran APBD ke rekening pribadi para bendaharawan 
sudah diamati oleh PPATK sejak tahun 2011.  
"Modus
 seperti ini sudah diamati PPATK sejak 2011 untuk realisasi TA 2010 
menyebar di seluruh wilayah RI," ungkap Wakil Ketua PPATK, Agus Santosa 
di Jakarta, Senin (27/8). 
Berdasarkan Hasil 
Analisa (HA) PPATK terkait tindak pidana korupsi secara komulatif sampai
 dengan 2012 sebanyak 916 HA, sedangkan tindak pidana Suap sebanyak 80 
HA. Adapun HA tersebut telah dilaporkan kepada penegak hukum.
"Saya
 enggak punya data tentang proses peradilan dan putusan terkait perkara 
korupsi para Bendaharawan, mungkin bisa cek di data MA tentang peradilan
 perkara korupsi per daerah di wilayah PN, tingkat banding di PT dan 
kasasi di MA," simpulnya.
Dari hasil analisis 
PPATK tercatat Provinsi DKI Jakarta berada di posisi pertama sebagai 
daerah yang dilaporkan adanya dugaan korupsi yaitu sebanyak 46,7 %.
Disusul
 Jawa Barat (6 %), Kalimantan Timur (5,7 %), Jawa Timur (5,2 %), Jambi 
(4,1 %), Sumatera Utara (4 %), Jawa Tengah (3,5 %), dan Aceh Darussalam 
dan Kalimantan Selatan (2,1 %).
Sementara 
daerah yang paling kecil laporan tindakan korupsi adalah Kepulauan 
Bangka Belitung (0,1 %), Sulawesi Barat (0,3 %), Sulawesi Tengah (0,4 
%), Nusa Tenggara Barat dan Papua Barat (0,5 %), Kalimantan Tengah (0,6 
%), Sumatera Barat dan Bali (0,7 %), Nusa Tenggaran Timur dan Bengkulu 
(0,8 %) dan Sulawesi Utara (0,9 %).
Secara 
umum, PPATK juga  mengungkapkan tren kejahatan tindak pidana korupsi dan
 suap di Indonesia cenderung meningkat. Para pelaku seolah mengabaikan 
hukum alias tidak takut, tidak malu untuk korupsi dan menerima suap.
Dijelaskan
 Agus, data hasil analisis korupsi pada tahun 2008 tercatat ada sebanyak
 54 hasil, tetapi terus meningkat menjadi sebanyak 237 hasil pada tahun 
2011. Bahkan secara kumulatif, jumlah hasil analisisi tindak pidana 
korupsi dari tahun 2003 sampai Juli 2012 tercatat mencapai sebanyak 916 
hasil.
Sedangkan untuk data penyuapan, pada 
tahun 2008 tercatat sebanyak 6 hasil, ini meningkat menjadi sebanyak 30 
hasil pada tahun 2011, dan secara kumulatif jumlah hasil analisis tindak
 pindana suap dari tahun 2003 sampai Juli 2012 tercatat mencapai 
sebanyak 80 hasil.
Melihat trend kejahatan 
yang memprihatinkan ini, Agus mengatakan perlu segera upaya untuk 
meningkatkan pencegahan melalui perbaikan sistem. Hal ini dilakukan 
untuk menutup peluang korupsi dan suap. Selain itu upaya pemberantasan 
juga perlu dipertegas. "Penegakan hukum terhadap para koruptor dan suap 
ini harus lebih keras, sehingga memberikan efek jera," ungkapnya.
ICW: 2011 Jatim Rekor
Namun
 menurut hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) selama tahun 
2011 menunjukan bahwa kasus-kasus korupsi banyak bermunculan di seluruh 
provinsi. Namun ada 10 provinsi yang paling dominan jumlah kasus 
korupsinya.
"Tiga provinsi yang paling tinggi 
tingkat korupsinya yaitu Jawa Timur, diikuti provinsi Nusa Tenggara 
Timur (NTT) dan provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD)," ujar peneliti 
ICW, Agus Sunaryanto. 
Agus menjelaskan, 
korupsi di Jawa Timur mencapai 33 kasus, NTT 32 kasus, sedangkan NAD 31 
kasus. Namun, jumlah potensi kerugian terbesar berada di wilayah pusat.
"Korupsi
 yang muncul di wilayah pusat memiliki potensi kerugian negara terbesar 
dibanding wilayah lain yaitu sebesar Rp 535,7 miliar. Setelah itu 
diikuti provinsi Lampung sebesar Rp 158,2 miliar dan provinsi Sumatera 
Barat dengan potensi kerugian negara Rp 144,3 miliar," tutur Agus.
Namun
 menurut Agus, kinerja penegak hukum selama tahun 2011 relatif cukup 
baik. Hal ini karena aparat penegak hukum telah memproses 436 kasus 
korupsi dengan jumlah tersangka 1.053 orang.
"Meskipun
 terjadi penurunan jumlah kasus yang ditangani dibanding tahun 
sebelumnya, namun jumlah kasus korupsi tetap masih sangat signifikan," 
imbuhnya.











0 comments:
Posting Komentar