Ketidakpuasan korban lumpur belum 
terobati. Karena pembayaran ganti rugi yang berlarutlarut dan belum juga
 lunas, puluhan korban lumpur nglurug ke titik 25 tanggul. Mereka 
merazia pegawai BPLS yang berusaha mengalirkan lumpur.
”Ayo sudah kembali, hentikan semua,” 
teriak salah seorang warga. Dengan berbagai ancaman, mereka meminta para
 pekerja untuk menghentikan aktivitas mengalirkan lumpur. ”Kami tidak 
peduli,” ucap warga lainnya.
H Fatah, koordinator warga, mengatakan, 
aksi itu merupakan bukti bahwa warga benar-benar kecewa. Selama ini 
ganti rugi yang dijanjikan Lapindo tidak kunjung cair. Aksi blokade di 
titik 25 tersebut merupakan tindakan keras warga.
”Ini masih berstatus tanah kami. Karena belum dibayar, kami berhak melakukan tindakan apa pun di tanah kami,” ucapnya.
Warga juga memprotes BPLS. Sebagai 
lembaga yang ditunjuk pemerintah untuk menangani ganti rugi warga di 
luar peta terdampak, BPLS dianggap tak konsisten.
Menurut ketentuan undang-undang, 
seharusnya BPLS tidak boleh melunasi ganti rugi warga di luar peta 
terdampak. Sebab, ganti rugi untuk warga yang masuk peta terdampak dan 
menjadi tanggungan Lapindo belum terselesaikan.
”Kenyataannya, kini BPLS berencana melunasi,” ucapnya. Menurut dia, itu tidak adil.
”Kami lebih dulu terdampak selama tujuh tahun, tapi mengapa mereka yang didahulukan?” kecamnya.
Menurut dia, hal tersebut dapat 
mengakibatkan kesenjangan sosial antarwarga. Fatah bersama warga korban 
lumpur peta area terdampak akan terus memantau pekerjaan di titik 25.
”Kami tetap menolak pengaliran lumpur sampai menerima ganti rugi,” tegasnya.











0 comments:
Posting Komentar