Pondok Pesantren (Ponpes)
Nurul Huda di Desa Buduran,
Kecamatan Buduran, memiliki
keunikan. Tidak hanya
mengasuh santri, pengasuh
ponpes itu juga memiliki
kitab suci Alquran yang
diyakini berusia ratusan
tahun. Bagaimana dia mendapatkannya?
SUASANA Ponpes Nurul
Huda terlihat lengang, kemarin
(24/7) siang. Hanya beberapa
santri terlihat mengaji
seusai menjalankan salat Dhuhur.
Dipimpin oleh pengasuh
ponpes, KH M Muslimin Rosyadi
(70), para santri ini
terlihat khusyuk membaca dan
memahami Alquran.
Memang, ponpes yang dibangun
sejak 1988 ini memfasilitasi
santri yang ingin memperdalam
ilmu Alquran. Saat
siang hari, santri kebanyakan
bekerja atau sekolah. Sehingga,
ponpes lumayan lengang.
Hanya sejumlah santri
saja yang tampak berada di
ponpes.
Di balik kesederhanaan ponpes
tersebut, siapa sangka jika
ponpes yang memiliki 40 santri
ini ternyata memiliki kitab suci
Alquran yang telah berusia
ratusan tahun. Malah, kitab
suci tersebut disinyalir berasal
dari warisan Sunan Ampel.
Tulisan di Alquran tersebut
dibuat dengan tinta penulisnya
sendiri. Sehingga meski sudah
ratusan tahun, namun warna
dari tulisan Arab tersebut tetap
mencolok. Meski kertas dari
Alquran itu sudah mengalami
kesusakan di beberapa lembarnya.
KH M Muslimin Rosyadi
menceritakan, Alquran tersebut
dia peroleh dari salah seorang
santrinya bernama Jumali.
Kitab suci tersebut diberikan
secara cuma-cuma oleh
santri dari Malang itu. Menu-
rutnya, tulisan tangan di Alquran
itu memang asli dari keturunan
Sunan Ampel yang
menjadi salah satu tokoh terkenal
Wali Songo. “Saya tidak
boleh membelinya atau menukarnya.
Dia (Jumali, red) memang
berniat memberikannya
kepada saya,” kata bapak delapan
anak ini.
Dia mengungkapkan, saat ini
Alquran tersebut tidak digunakan
untuk mengaji. Hanya
disimpan di lemari dengan dibungkus
kain. Karena umurnya
yang sudah tua, kondisi Alquran
itu memang sudah tidak lagi
bisa tertata rapi. Lembaran
belakang dan depan bahkan
terlihat compang-camping, meski
tulisan dan hurufnya masih
bisa dibaca dengan jelas.
Keunikan lainnya, Alquran ini
tidak memunyai halaman dalam
setiap lembarannya. Hanya
warna tulisannya yang tampak
mencolok, dan terasa sedikit
tebal saat diraba. “Entah tinta
apa yang dipakai oleh penulis
Alquran ini. Tulisannya sangat
jelas bahkan seperti bersinar
Berusia ... dan tidak blobor (luntur, red)
meski lembarannya sendiri
sudah kusut,” cerita Kiai
Muslimin.
Untuk merawat Alquran kuno
ini, Kiai Muslimin mengaku
tidak neko-neko. Hanya dibungkus
kain dan sesekali diberi kapur
barus sebagai pengharum.
“Tidak ada cara khusus. Saya
hanya menyimpannya di lemari
dan dibungkus kain. Saya keluarkan
saat ada tamu yang ingin
melihatnya,” ungkap pengasuh
ponpes Nurul Huda yang
dibangun atas bantuan Pakistan
ini.
Nurul Huda di Desa Buduran,
Kecamatan Buduran, memiliki
keunikan. Tidak hanya
mengasuh santri, pengasuh
ponpes itu juga memiliki
kitab suci Alquran yang
diyakini berusia ratusan
tahun. Bagaimana dia mendapatkannya?
SUASANA Ponpes Nurul
Huda terlihat lengang, kemarin
(24/7) siang. Hanya beberapa
santri terlihat mengaji
seusai menjalankan salat Dhuhur.
Dipimpin oleh pengasuh
ponpes, KH M Muslimin Rosyadi
(70), para santri ini
terlihat khusyuk membaca dan
memahami Alquran.
Memang, ponpes yang dibangun
sejak 1988 ini memfasilitasi
santri yang ingin memperdalam
ilmu Alquran. Saat
siang hari, santri kebanyakan
bekerja atau sekolah. Sehingga,
ponpes lumayan lengang.
Hanya sejumlah santri
saja yang tampak berada di
ponpes.
Di balik kesederhanaan ponpes
tersebut, siapa sangka jika
ponpes yang memiliki 40 santri
ini ternyata memiliki kitab suci
Alquran yang telah berusia
ratusan tahun. Malah, kitab
suci tersebut disinyalir berasal
dari warisan Sunan Ampel.
Tulisan di Alquran tersebut
dibuat dengan tinta penulisnya
sendiri. Sehingga meski sudah
ratusan tahun, namun warna
dari tulisan Arab tersebut tetap
mencolok. Meski kertas dari
Alquran itu sudah mengalami
kesusakan di beberapa lembarnya.
KH M Muslimin Rosyadi
menceritakan, Alquran tersebut
dia peroleh dari salah seorang
santrinya bernama Jumali.
Kitab suci tersebut diberikan
secara cuma-cuma oleh
santri dari Malang itu. Menu-
rutnya, tulisan tangan di Alquran
itu memang asli dari keturunan
Sunan Ampel yang
menjadi salah satu tokoh terkenal
Wali Songo. “Saya tidak
boleh membelinya atau menukarnya.
Dia (Jumali, red) memang
berniat memberikannya
kepada saya,” kata bapak delapan
anak ini.
Dia mengungkapkan, saat ini
Alquran tersebut tidak digunakan
untuk mengaji. Hanya
disimpan di lemari dengan dibungkus
kain. Karena umurnya
yang sudah tua, kondisi Alquran
itu memang sudah tidak lagi
bisa tertata rapi. Lembaran
belakang dan depan bahkan
terlihat compang-camping, meski
tulisan dan hurufnya masih
bisa dibaca dengan jelas.
Keunikan lainnya, Alquran ini
tidak memunyai halaman dalam
setiap lembarannya. Hanya
warna tulisannya yang tampak
mencolok, dan terasa sedikit
tebal saat diraba. “Entah tinta
apa yang dipakai oleh penulis
Alquran ini. Tulisannya sangat
jelas bahkan seperti bersinar
Berusia ... dan tidak blobor (luntur, red)
meski lembarannya sendiri
sudah kusut,” cerita Kiai
Muslimin.
Untuk merawat Alquran kuno
ini, Kiai Muslimin mengaku
tidak neko-neko. Hanya dibungkus
kain dan sesekali diberi kapur
barus sebagai pengharum.
“Tidak ada cara khusus. Saya
hanya menyimpannya di lemari
dan dibungkus kain. Saya keluarkan
saat ada tamu yang ingin
melihatnya,” ungkap pengasuh
ponpes Nurul Huda yang
dibangun atas bantuan Pakistan
ini.
0 comments:
Posting Komentar