Informasi Sidoarjo on http://www.infosda.com

Senin, 29 Oktober 2012

Beli Obat ‘Bebas’ Justru Membahayakan

Anda harus berkonsultasi ke dokter sebelum membeli obat

Obat-obatan yang beredar di pasaran kadang membahayakan jika dikonsumsi tanpa aturan atau dosis yang benar. Terlebih, jika pembeli obat tidak berkonsultasi dengan dokter dikhawatirkan akan menimbulkan reaksi negatif setelah meminum obat tersebut.
Umumnya, orang sering enggan pergi ke dokter untuk memeriksakan diri jika mengalami gangguan kesehatan, seperti misalnya, deman, sakit kepala, dan diare. Justru cenderung mimilih untuk tetap menggunakan obat warung.
Sementara itu, obat bebas adalah obat yang boleh digunakan tanpa resep dokter (over the counter-OTC). Obat OTC banyak dijual di warung-warung sehingga sering disebut dengan obat warung. Obat OTC terdiri dari obat bebas dan obat bebas terbatas.
Nah ini adalah beberapa obat yang banyak dijual bebas justru akan mendatangkan masalah bagi kesehatan. seperti dilansir blodsky.
Beberapa obat yang dijual bebas itu antara lain, Obat sakit kepala.
Sebagian besar orang dengan sangat mudah akan mengambil obat sakit kepala yang bisa dibeli tanpa resep saat merasa pusing. Obat ini mungkin akan memberikan kelegaan sementara, namun efek sampingnya bisa lebih buruk bila dikonsumsi jangka panjang dan terus-menerus.
Sedangkan yang kedua adalah obat anti depresan.  Obat-obatan anti depresan untuk mengatasi depresi dapat memiliki samping yang berbahaya bila dikonsumsi jangka panjang. Obat-obatan ini dapat mengubah suatu daerah dari otak yang mengatur serotonin dan kadar glukosa. Ini sebabnya mengapa orang menjadi gemuk saat mengonsumsi obat-obatan anti depresan.
Sedangkan yang ketiga adalah Obat tidur. Hampir semua obat tidur sangat adiktif dan bikin kecanduan. Bagian terburuk adalah obat-obat ini dapat menggangu fungsi otak, juga dapat menggangu siklus normal kesehatan Anda.
Selain itu anda juga harus waspada dengan obat yang dijual di internet. Setiap pagi, ketika mengecek surat elekronik, banyak surat sampah berisi penawaran penjualan obat, terutama obat khusus buat lelaki. Mereka menjual obat-obat terkenal tanpa resep dokter. Ada juga obat herbal yang “alami”.  Di internet, kita bisa memesan obat-obat ternama seperti Ciallis, Levitra, dan Viagra tanpa menyertakan resep dokter. Kita juga bisa memesan obat herbal “alami” yang efeknya sama dengan obat-obatan untuk disfungsi ereksi yang tersohor. Dibandingkan dengan di apotek, harga obat-obatan yang di tawarkan jauh lebih murah. Ternyata harga murah tak disertai kualitas. Penyelidikan FDA (Food and Drug Administration) di AS menemukan lebih dari seperti “suplemen makanan” yang dijual untuk mengatasi disfungsi ereksi sebenarnya mengandung sildenafil, kandungan aktif dalam Viagra. Sementara obat-obatan lain yang dijual online mengandung bahan obat berbeda seperti antibiotika metronidazole dan obat kesuburan clomiphene. Meskipun mengandung bahan aktif yang memang sesuai, obat disfungsi ereksi itu tidak diberikan dalam dosis tepat. Ketika sampel 100mg tablet Viagra yang dijual online dites FDA, hanya 10% yang mendekati kekuatan yang seharusnya.
Bahaya lain, membeli obat dari sumber yang tak jelas berarti membuat kita beresiko mendapat obat palsu. Lebih dari separuh obat yang dijual secara online ternyata palsu. “bisa saja kandungan zat aktifnya dikurangi dan dicampur zat tepung. Proses produksi yang seadanya seringkali menyebabkan obat rentan pencemaran. Bisa juga obat tidak dicampur tepung, melainkan bahan yang tidak boleh dikonsumsi manusia,” kata Prof. Wimpie Pangkahila, Sp.And, ahli seksiologi.
Obat palsu biasanya diproduksi dalam industry rumahan, sehingga tidak ada standar kebersihan yang berlaku dalam pembuatan obat. Obat-obat yang mengaku-aku herbal untuk disfungsi ereksi juga tak kalah berbahaya. Contohnya, obat dengan kandungan aktif sildenafil yang ditemukan FDA tersembunyi dalam obat “herbal” online.
Padahal, bila obat diminum oleh mereka yang mengonsumsi nitrat untuk penyakit jantung, sildenafil bisa menyebabkan penurunan tekanan darah yang berbahaya. Sebuah peristiwa terjadi di Singapura, pada tahun 2008. Sebanyak 150 orang yang dirawat di rumah sakit mengalami penurunan tekanan darah mendadak setelah minum obat antidisfungsi ereksi.
Ditemukan adanya dosis besar obat diabetes glyburide. Obat disfungsi ereksi memang bisa berbahaya bagi mereka yang punya penyakit jantung, karena berefek samping atau berinteraksi dengan obat seperti pengencer darah dan alpha blocker untuk mengobati tekanan darah dan penyakit prostat. Karena itulah, dibutuhkan resep dokter untuk obat disfungsi ereksi. Sebelum meresepkan obat, dokter akan mencari tahu penyebab masalah disfungsi ereksi. Kemungkinan besar malah sebetulnya anda tidak membutuhkan obat seperti itu.
Sementara, peredaran obat palsu masih banyak di temukan di Indonesia. Yang mengerikan, jenis obat yang paling sering dipalsukan justru obat-obatan yang populer dan laku keras dipasaran. Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapeutik dan PKRT (Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga) BPOM Roland Hutapea,  mengatakan, jenis obat yang paling banyak dipalsukan adalah golongan obat pereda sakit seperti asam mafenamat, obat malaria, obat kuat dan antibiotika."Ponstan (asam mafenamat) produk yang paling banyak dipalsukan dalam 5-6 tahun terakhir. Ada juga obat malaria seperti Fansidar, Super Tetra (antibiotik), dan beberapa obat kuat," katanya.

Roland menyampaikan, peredaran obat palsu paling banyak ditemukan melalui internet dan media jejaring sosial. Biasanya, harga obat palsu ini jauh lebih murah ketimbang aslinya dan bisa dibeli dimana saja, seperti warung dan toko obat. "Faktor ekonomi diduga menjadi pemicu utama masih banyak beredaranya obat palsu di masyarakat," ujar Roland.

Roland mengungkapkan, hasil temuan BPOM di lapangan menunjukkan, ada sekitar satu persen obat palsu yang beredar dipasaran. Meski jumlah ini terbilang kecil tetapi hal itu tidak bisa ditolerir karena menyangkut keselamatan nyawa seseorang."Jadi kita tidak terfokus dari berapa persen jumlahnya. Ada satu jenis saja obat palsu tidak bisa dibiarkan karena ini adalah kejahatan kemanusiaan," terangnya.

Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat BPOM Hendri Siswadi menyampaikan, peredaran obat palsu adalah masalah serius yang saat ini masih dihadapi seluruh negara dunia, termasuk Indonesia.

Edukasi ke masyarakat luas untuk meningkatkan kesadaran terhadap bahaya  obat palsu diperlukan agar mata rantai peredaran obat palsu dapat diputus."Kami menyadari untuk mengatasi masalah obat palsu harus dilakukan upaya terpadu antara pembuat kebijakan, pelayanan kesehatan, industri obat dan masyarakat," terangnya.
Siswadi mengatakan, banyak kasus penggunaan obat yang tidak tepat akibat banyak obat yang dibeli bebas tanpa resep dokter, terlebih dengan gencarnya informasi obat yang beredar di media massa dan makin banyak masyarakat yang tanpa sadar membeli obat palsu untuk mengobati penyakit mereka."Untuk itu, satu-satunya jalan agar terhindar dari obat palsu adalah membeli obat di sarana legal seperti apotik," ujarnya.
Hasil pengawasan Badan POM dalam 4 tahun terakhir menunjukkan, adanya penurunan peredaran obat palsu di mana pada tahun 2008 Badan POM menemukan 24 item obat palsu dan pada tahun 2011 menemukan 8 item obat palsu.
Pelanggaran terkait transaksi atau peredaran obat palsu merupakan tindakan pidana yang harus diproses melalui pengadilan. Dari sejumlah kasus yang sudah diputuskan tiga tahun terakhir, hukuman yang dijatuhkan masih tidak menimbulkan efek jera karena putusannya berkisar antara hukuman percobaan 2-5 bulan dan pidana denda berkisar antara Rp. 50.000 sampai Rp. 4.000.000.wtns,ins
Tips Mengenal Macam Obat Dan Jenis-jenis Obat Untuk Penyakit.
Jenis dan macam-macam obat baik yang berbahaya maupun yang aman untuk dikonsumsi ketika kita sakit  Diantara anda sekalian para pembaca pasti pernah membeli obat, baik itu di Apotik atau sekedar membeli obat di warung saja. Nah, tahukah anda obat yang anda beli tersebut berbahaya atau tidak berbahaya? ulasan berikut akan memberikan informasi tentang jenis-jenis obat yang berbahaya dan tidak berbahaya.

1. Obat bebas (OTC)
Obat berkategori bebas ini di simbolkan dengan tanda lingkaran berwarna hijau, artinya kelompok obat ini bisa anda dapatkan tanpa harus menggunakan resep dokter terlebih dahulu. Obat ini identik dengan ragamnya yang mudah didapat di warung-warung kecil.
2. Obat bebas terbatas
Obat bersimbol lingkaran biru ini adalah obat berjenis obat bebas terbatas. Peredaran obat jenis ini tidak seperti obat bebas (OTC). Obat ini hanya bisa anda beli di Apotik dan atau toko-toko obat resmi yang berijin. Kenapa disebut terbatas? karena ada batasan jumlah dan kadar isi yang harus anda perhatikan sebelum anda konsumsi.
Soal apotik, warung obat, ini ada aturan resminya SK Menkes 10272004. Kalau tahu ada yang jual obat lingkaran biru (inget, obat lho ini bukan kontrasepsi) di warung obat apalagi warung umum, kita jangan ikut-ikutan beli, nggak rasional dong. Justru kita ingatkan bahwa seharusnya nggak begitu cara jualnya. Tentu aturan pembedaan ini ada tujuannya, bukan sekedar soal untung-rugi yang jual saja.

Seperti sering disebutkan, kita boleh menggunakan obat bebas tanpa resep dokter, bila memang diperlukan. Ciri umum obat bebas adalah bersifat simptomatik. Kita tentu harus paham betul, yang diobati bukan (hanya) gejalanya, tetapi penyebabnya.

Meskipun demikian, bila memang gejala flu itu misalnya begitu berat, daripada tergesa-gesa pakai antibiotika yang mungkin tanpa guna, harus ke dokter atau apalagi beli AB sendiri,
mendhing cukup dengan obat bebas dulu. Kalau tidak mempan baru terpaksa ke dokter.

Ketika membeli obat bebas/bebas terbatas ini, pastikan baik-baik hal-hal seperti: kemasan masih rapi tidak ada cacat mencurigakan, tanggal kadaluwarsa belum terlewati, dan yang paling penting perhatikan benar-benar isi dari keterangan yang ada pada labelnya. Mulai dari indikasi, kontra-indikasi, perhatian, efek samping sampai ke cara makan dan dosisnya.

3. Obat keras
Bila dalam sebuah kemasan obat tertera simbol lingkaran merah dengan tanda seperti gambar disamping ini, maka berhati-hatilah dalam mengkonsumsi obat yang ada didalam kemasan itu. Pasalnya obat jenis ini termasuk golongan obat keras yang cara pemakaiannya harus dengan resep dan pengawasan dari ahli penyakit atau dokter.

Dulu obat berbahaya ini disebut "obat daftar G" (dari kata gevaarlijk: berbahaya). Yang termasuk kelompok ini terutam adalah antibiotika dan obat-obat berisi hormon (obat anti diabetes, obat untuk penyakit gangguan jantung, obat anti-penyakit kanker, obat untuk penyakit pembesaran kelenjar tiroid, obat penyakit gangguan pertumbuhan, dan sebagainya).Keharusan menggunakan resep dokter ini disebut kelompok obat "etikal" (ethical), sebagai lawan dari OTC.

0 comments:

Posting Komentar

Tukar Link Disini :

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Latest Templates


Powered By Blogger
Informasi Sidoarjo 2012. Diberdayakan oleh Blogger.