Kemajuan teknologi berpengaruh besar terhadap perubahan jaman,
termasuk perubahan gaya berpacaran anak muda jaman sekarang. Sayangnya,
perubahan gaya pacaran anak muda saat ini cenderung mengarah ke hal yang
negatif dan berisiko.
Demikian diungkapkan dokter spesialis kebidanan dan kandungan dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), dr. Arietta Pusponegoro Sp.OG, dalam Seminar Peringatan Hari Anak Nasional 2012 di Gedung Kementerian Kesehatan, Jumat, (13/7/2012).
Arietta mengungkapkan, banyak pemikiran keliru tentang istilah pacaran di kalangan anak muda. Bahkan, pacaran seolah-olah diartikan sebagai password atau jalur untuk melakukan hubungan seks.
"Pacaran bukan ajang untuk ngeseks. Pacaran hanya nama saja. Makna sesungguhnya tentang pacaran yang benar adalah bergaul, dan belajar memahami orang lain," ujarnya.
"Kita sama-sama tahu kalau pacaran itu adalah ajang untuk mengenal lebih baik. Tapi jangan dipelesetkan atau diteruskan menjadi mengenal lebih baik secara anatomis," imbuhnya.
Arietta menambahkan, banyak cara untuk membuat pacaran menjadi lebih sehat, misalnya dengan membuat suatu persaingan dalam bidang akademis. Dan hal yang terpenting adalah proses saling mengenal lawan jenis haruslah mendapatkan pemantauan dan ijin dari orang tua.
Peran orangtua
Arietta menekankan, orangtua memiliki peran yang sangat vital terutama dalam menanamkan pemahaman serta pengertian kepada anak tentang pacaran yang sehat. Orangtua harus dapat memberikan pemahaman kepada anak bahwa anak berhak menolak apabila diajak melakukan sesuatu yang tidak benar. Tidak hanya dalam hubungan yang menjurus ke hubungan seks, tetapi juga narkoba.
"Jadi, anak harus berani menolak dan punya harga diri serta keberanian untuk menolak ajakan ke arah yang tidak benar," jelasnya.
Selain orangtua, sekolah dan guru juga memiliki andil penting dalam membentuk karakter dan kepribadian anak atau remaja, agar tidak terjebak dalam perilaku yang menyimpang. Pendidikan soal seks dan kesehatan reproduksi di kalangan anak sekolah juga masih perlu digalakkan.
Arrietta mengungkapkan, masih banyak sekolah-sekolah yang tidak memberikan pemahaman tentang masalah kesehatan reproduksi, apalagi di sekolah tertentu seperti misalnya sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah.
"Kalau bisa, Kemenkes lebih meningkatkan lagi upayanya bagaimana agar kesehatan reproduksi dan kesadaran akan kesehatan seks bisa diterima oleh semua anak dan remaja di seluruh Indonesia," jelasnya.
Arietta menerangkan, saat ini tingkat kehamilan pada anak di usia muda sudah semakin tinggi. Bahkan dari tahun ke tahun, jumlah kehamilan gadis kecil usia 11-14 tahun terus bertambah. Hal itu terlihat dari data di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tempat ia berpraktek.
"Berapa angka pastinya saya harus lihat dulu. Tapi yang pasti kasus kehamilan di luar nikah pada anak remaja semakin meningkat," tutupnya.
Demikian diungkapkan dokter spesialis kebidanan dan kandungan dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), dr. Arietta Pusponegoro Sp.OG, dalam Seminar Peringatan Hari Anak Nasional 2012 di Gedung Kementerian Kesehatan, Jumat, (13/7/2012).
Arietta mengungkapkan, banyak pemikiran keliru tentang istilah pacaran di kalangan anak muda. Bahkan, pacaran seolah-olah diartikan sebagai password atau jalur untuk melakukan hubungan seks.
"Pacaran bukan ajang untuk ngeseks. Pacaran hanya nama saja. Makna sesungguhnya tentang pacaran yang benar adalah bergaul, dan belajar memahami orang lain," ujarnya.
"Kita sama-sama tahu kalau pacaran itu adalah ajang untuk mengenal lebih baik. Tapi jangan dipelesetkan atau diteruskan menjadi mengenal lebih baik secara anatomis," imbuhnya.
Arietta menambahkan, banyak cara untuk membuat pacaran menjadi lebih sehat, misalnya dengan membuat suatu persaingan dalam bidang akademis. Dan hal yang terpenting adalah proses saling mengenal lawan jenis haruslah mendapatkan pemantauan dan ijin dari orang tua.
Peran orangtua
Arietta menekankan, orangtua memiliki peran yang sangat vital terutama dalam menanamkan pemahaman serta pengertian kepada anak tentang pacaran yang sehat. Orangtua harus dapat memberikan pemahaman kepada anak bahwa anak berhak menolak apabila diajak melakukan sesuatu yang tidak benar. Tidak hanya dalam hubungan yang menjurus ke hubungan seks, tetapi juga narkoba.
"Jadi, anak harus berani menolak dan punya harga diri serta keberanian untuk menolak ajakan ke arah yang tidak benar," jelasnya.
Selain orangtua, sekolah dan guru juga memiliki andil penting dalam membentuk karakter dan kepribadian anak atau remaja, agar tidak terjebak dalam perilaku yang menyimpang. Pendidikan soal seks dan kesehatan reproduksi di kalangan anak sekolah juga masih perlu digalakkan.
Arrietta mengungkapkan, masih banyak sekolah-sekolah yang tidak memberikan pemahaman tentang masalah kesehatan reproduksi, apalagi di sekolah tertentu seperti misalnya sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah.
"Kalau bisa, Kemenkes lebih meningkatkan lagi upayanya bagaimana agar kesehatan reproduksi dan kesadaran akan kesehatan seks bisa diterima oleh semua anak dan remaja di seluruh Indonesia," jelasnya.
Arietta menerangkan, saat ini tingkat kehamilan pada anak di usia muda sudah semakin tinggi. Bahkan dari tahun ke tahun, jumlah kehamilan gadis kecil usia 11-14 tahun terus bertambah. Hal itu terlihat dari data di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tempat ia berpraktek.
"Berapa angka pastinya saya harus lihat dulu. Tapi yang pasti kasus kehamilan di luar nikah pada anak remaja semakin meningkat," tutupnya.
0 comments:
Posting Komentar